Scroll untuk baca artikel
Example 1030x500
Example floating
Example floating
BAWASLU/KPUTomohon

Irene Tangkawarow Beberkan Dua Faktor Isu Dalam Pemilu 2024

5
×

Irene Tangkawarow Beberkan Dua Faktor Isu Dalam Pemilu 2024

Sebarkan artikel ini
{"remix_data":[],"remix_entry_point":"challenges","source_tags":["local"],"origin":"unknown","total_draw_time":0,"total_draw_actions":0,"layers_used":0,"brushes_used":0,"photos_added":0,"total_editor_actions":{},"tools_used":{"ai_enhance":1,"beautify":1},"is_sticker":false,"edited_since_last_sticker_save":true,"containsFTESticker":false}
Example 468x60

TOMOHON, jejakkperintis.com – Makin dekatnya pemilihan serentak Kepala Daerah (Pilkada), Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) Kota Tomohon menggelar Rapat Koordinasi Pengawasan Pemilu Partisipatif
untuk Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024
.

Dalam rapat tersebut, Bawaslu Kota Tomohon menghadirkan narasumber Dr Irene Tangkawarow ST.,MISD dan membawakan materi “Cermat Mengawasi Dan Kanal Berita Online untuk Kontribusi Masyarakat Melalui Pengawasan Partisipatif Pemilihan 2024.”

Menurut Dr Irene, masyarakat perlu terlibat dalam pengawasan Pemilu, karena Pemilu merupakan sarana perwujudan
kedaulatan rakyat.

“Pemilu merupakan sarana aktualisasi
partisipasi masyarakat untuk ikut serta
dalam pemerintahan dan
Bagian dari tantangan mewujudkan
Pemilu yang ideal (langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil).” ujarnya dihadapan Media dan OKP. (27/7) 2024.

Dr Irene juga membeberkan, ada dua faktor isu isu dalam Pemilu 2024, yakni faktor Elektoral dan Non-Elektoral.

Infodemi elektoral adalah fenomena yang menggambarkan informasi informasi seputar kepemiluan yang mengarus deras dan melimpah
(overload of information).

Informasi ini menyerupai wabah penyakit di ruang
publik dengan tingkat akurasi dan kesahihan yang rendah.

“Bentuknya berupa narasi tertulis, narasi verbal atau perpaduan keduanya,
yang dikemas dalam format potongan-potongan video hasil suntingan,
kemudian disebarluaskan di berbagai platform media sosial seperti facebook,
youtube, twitter, instagram dan whattsapp.” ungkap Irene.

Tidak sedikit juga yang tersebar di berbagai situs berita online palsu atau
scam yang sama sekali tidak kredibel.
Dalam konteks ini tersebar berita bohong (hoax), berita palsu (fake news),
kampanye hitam (black campaign), bahkan juga ujaran kebencian (hate
speech) dan fitnah.

Sementara Faktor Non-Elektoral, Ia mengatakan, potensial dapat memicu
terjadinya konflik Pemilu, isu keberadaan dan perilaku
buzzer atau yang kerap disebut juga sebagai pasukan
cyber, yang dengan sengaja dan terprogram disiapkan oleh
masing-masing kubu kontestasi.

Sejatinya para buzzer disiapkan sebagai instrumen untuk membangun
branding positif para kandidat.
Namun dalam praktiknya, kehadiran dan peran para buzzer dalam ajang
Pemilu maupun Pilkada, seringkali menjadi para pelaku penyebar black
campaign terhadap lawan-lawan politik.

Lebih jelas lagi Ia mengatakan, Para buzzer ini merupakan jaringan individu yang cair terdiri dari
pendengung, pesohor atau influencer,koordinator, dan pembuat konten.

“Mereka bekerja sama untuk memanipulasi opini publik di media
sosial dengan target menyerang, mendiskreditkan atau
menjatuhkan kubu lawan.”

Artificial Intelligence (AI) yang memungkinkan pembuatan
dan penyebaran konten bermuatan hoaks lebih mudah dan
cepat.

“Saat ini hoax dengan AI jauh lebih smooth karena generative
AI yang mampu menghasilkan teks juga suara serta
gambar sangat coherence, smooth, sehingga agak sulit
membedakan dengan yang asli,” tukasnya. (kim)

Example 300250
Example 120x600